[IFI Freelance] iKOS (Chapter 4)

Title : iKOS

Author : aretazia

Main Cast : All member iKON (B.I, Bobby, Jinhwan, Yunhyeong, Donghyuk, Junhoe, Chanwoo)

Lenght : Chaptered

Genre : Romance, comedy, friendship

Rating : All

Chapter 4

[ Hanbin’s “Perfect” Day ]

Donghyuk berdiri di depan sebuah rumah besar dengan tulisan “Indekos Putra” yang sudah hampir pudar tergantung di pagarnya. Ia membaca sekali lagi alamat yang tertulis di buku catatan kecilnya, alamat yang diberikan dan ditulis oleh ibunya sendiri sesaat sebelum ia pindah ke Seoul. Saat ini ia menyadari bahwa bagian terkecil dalam hatinya kembali menolak, berharap kalau ia telah sampai di alamat yang salah, dan rumah usang di depannya bukan tempat yang ia tuju.

Sayangnya tidak sama sekali.

Alamatnya tidak salah, yang artinya Donghyuk telah tiba di kos-kosan yang akan menjadi tempat tinggalnya selama beberapa waktu ke depan sampai kondisi keuangan keluarganya kembali normal seperti sedia kala.

Yang malangnya, Donghyuk sendiri meragukan hal tersebut akan benar-benar terjadi.

***

“Pergilah.. Kka..! Jangan khawatirkan eomma dan adikmu, kami akan baik-baik saja, Donghyuk-ah..” Donghyuk berusaha sebisa mungkin untuk mempercayai ucapan ibunya, tapi tidak bisa. Suara serak ibunya yang sedang menahan tangis membuatnya semakin yakin kalau wanita yang kini menjadi orangtua tunggalnya itu tidak baik-baik saja.

Pikiran Donghyuk sendiri sedang terbagi ke mana-mana. Kematian ayahnya yang sangat mendadak, perusahaan yang bangkrut, utang-utang yang menggunung, beasiswa kuliah di Seoul, ibu dan adiknya, impiannya sendiri, dan masih banyak lagi. Tidak ada air yang keluar dari matanya, tapi itu justru membuat perasaannya semakin sesak dipenuhi kesedihan.

Eomma, aku tidak akan mengambil beasiswa itu, biarkan aku bekerja saja untuk membantu eomma..”

“Ya, Kim Donghyuk! Tidak, tidak, kau harus kuliah, lagipula kuliahmu gratis, apa yang perlu kau khawatirkan? Eomma bisa bekerja, b-bekerja apa saja, eomma punya banyak bakat kau tahu!”

Donghyuk meringis. Bahkan, di waktu-waktu sulit seperti ini pun ibunya tetap berusaha menghiburnya. Donghyuk sendiri tahu bagaimana pun caranya ia berusaha memohon pada ibunya untuk tidak menerima beasiswa yang diberikan salah satu universitas di Seoul itu, jawaban ibunya akan tetap sama, dia harus kuliah.

Oppa…” Gadis berseragam SMA yang sejak tadi menangis di balik pintu kamarnya, kini berlari memeluk Donghyuk. Tangisnya pecah, airmatanya membasahi bagian pundak kanan kemeja biru yang dikenakan sang kakak. “Gwaenchanha, oppa.. aku akan belajar dengan rajin agar bisa kuliah di tempat yang sama denganmu. Aku berjanji akan selalu menjaga eomma. Aku tidak mau kehilangan lagi, tapi aku lebih tidak mau membuatmu kehilangan mimpimu, oppa..”

“Aigoo, kau menyusun kata-kata itu semalaman, hah?” Donghyuk mengelus puncak kepala adik perempuannya. Hatinya benar-benar teriris, tapi sungguh ia tidak bisa menangis sedikit pun. Air matanya seolah kering karena sudah ia habiskan di dalam kamarnya setiap malam sejak kepergian ayahnya.

Ia tidak suka bajunya basah, tapi hari ini, ia rela baju itu dibasahi air mata adiknya asalkan mereka berdua bisa berpelukan lebih lama.

“Ini, datang ke alamat ini, Donghyuk-ah. Tinggalah di sini dulu, eomma janji akan membuatmu pindah ke flat sesegera mungkin setelah eomma melunasi semua hutang perusahaan. Mianhae Donghyuk-ah, mianhae,..”

Gwaenchanha eomma..” Donghyuk menghambur ke dalam pelukan ibunya. Wanita itu kini tidak mampu lagi menunjukkan wajah baik-baik saja, mata merahnya sudah menyerah menahan beban air di pelupuknya. Ia sadar, semuanya terlalu berat untuk dikatakan baik-baik saja. Bahkan jauh, sangat jauh dari baik-baik saja.

“Eomma ka.. eomma berjanji akan memperbaiki ini semua, Donghyuk-ah.. jangan benci siapa pun, arrasseo? Kuliah saja dengan sungguh-sungguh, eomma janji, setelah semua hutang terlunasi, eomma akan memindahkanmu ke flat yang bagus..”

 “Aku tidak mau tinggal di flat.. Aku akan suka tempat ini bagaimanapun keadaannya. Eomma pikirkan saja kebutuhan eomma di sini..”

Oppa..”

“Kau jangan ikut-ikutan menangis, pabo-ya.. Jangan ibumu, arrasseo?”

Adiknya mengangguk lemah. “Arra..”

Bersamaan dengan berakhirnya pesan itu, suara klakson mobil milik paman Donghyuk, yang akan mengantarnya ke terminal, berbunyi. Menyuruhnya bergegas memindahi barang-barangnya ke dalam mobil.

“Baiklah, aku pergi dulu, ya eomma..”

Donghyuk memberikan pelukan terakhir sebelum ia pindah ke Seoul untuk kuliah pada ibu dan adiknya. Ketiganya larut dalam pelukan sesaat itu. Berbagi perasaan yang tidak mampu diucapkan dengan kata-kata lewat tangan yang saling mengait punggung satu sama lain.

Pagi itu menjadi pagi kedua yang paling menyedihkan bagi Donghyuk, ibu, dan adiknya setelah pagi di mana kepala keluarga mereka ditemukan meninggal dunia di dalam kamarnya.

***

“HEI!!”

Donghyuk terperanjat setelah kesadarannya kembali, karena tiba-tiba persis di depan wajahnya telah berdiri seorang pemuda yang tidak ia kenal. Pemuda itu mengerjapkan matanya berkali-kali, menatap Donghyuk dengan mimik khawatir.

Nuguseyo? Kau baik-baik saja? Aku sudah memanggilmu lebih dari lima kali tapi kau diam saja. Kau butuh sesuatu?” Tanya pemuda itu. Ia semakin mendekatkan wajahnya ke arah Donghyuk.

“A-a-i-itu.. aku sedang.. aku..”

“Aish, lama sekali! Kau penghuni baru, kan? Ayo masuk sajalah, jelaskan di dalam!” Potong pemuda itu yang langsung menarik tangan Donghyuk begitu saja. “Pas sekali karena aku baru saja memasak daging untuk sarapan bersama! Namamu siapa? Aku Yunhyeong.”

“Aku-“

“Jawab di dalam saja, agar semua mendengar.”

“Ie..?”

Sementara itu, di dalam kos, Bobby, Jinhwan, Hanbin, dan June sedang antusias menikmati daging panggang  dan berbagai makanan lain yang dimasak Yunhyeong. Kemarin orangtua Yunhyeong memang mengirim banyak sekali bahan makanan. Yunhyeong yang sebenarnya ingin menyimpan semua untuk dirinya sendiri tidak bisa berbuat apa-apa karena semua penghuni kos sudah mengetahui kiriman itu.

Dan tentu saja, mereka memaksa pemuda itu berbagi dengan alasan ‘kekeluargaan’.

“Aigoo.. kalian semua makan seperti besok dunia akan kehilangan makanan!” Yunhyeong yang masih menggandeng tangan Donghyuk sengaja mengeraskan volume suaranya untuk mendapatkan perhatian. Sayangnya, keempat pemuda kelaparan itu tidak peduli sama sekali.

“Ah, hyung, siapa itu? Penghuni baru?” Tanya June sambil mengunyah daging di mulutnya.

“Berapa umurmu?” Hanbin menatap Donghyuk dengan tatapan dingin.

“Aish, apa kau masih butuh maknae? Kan sudah ada June!” Jinhwan memukul kepala Hanbin dengan sumpit di tangannya.

“Yak, memangnya hyung merasa June seperti maknae? Dia bahkan tidak berbicara formal padaku, dia maknae yang semakin membuatku ingin bunuh diri setiap kali mendengarnya bernyanyi dengan suara seraknya itu!” Hanbin melirik June dengan pandangan kesal, namun yang dilirik tetap sibuk dengan potongan daging panggang di piringnya.

“Menurutku suara June bagus.” Bobby ikut menimpali. Sudah hampir sebulan sejak June datang, tapi ia masih belum pernah berbicara dengan pemuda itu sekali pun. Bobby hanya akan memuji June di depan penghuni kos yang lain, seolah itu adalah cara satu-satunya agar mereka terlihat akrab.

“Apa artinya bagus kalau dia terus saja bernyanyi, bahkan tengah malam pun bernyanyi! Lihat, dia hanya diam ketika makan. Aigoo.. jinjja! Aku selalu mimpi buruk sejak dia datang!” Jinhwan yang tadi bersikap netral sekarang justru ikut memukul June dengan sumpitnya.

“Aduh, kenapa memukulku, Jinhwan-ah?”

“JINHWAN-AH? KAU BARU SAJA MEMANGGILKU JINHWAN-AH?!”

“A-a-aniyoo, aku memanggilmu Jinhwan-hyung, kau salah dengar..” June menggeleng dengan cepat.

“Jadi kupingku salah dengar, hah? Kalau ada yang salah dengan kupingku maka itu karena suara nyanyianmu!”

“Sabar hyung, sabaar..” Bobby menghentikan makannya untuk memegangi tangan Jinhwan yang kini sudah berdiri, siap membabi buta pada June.

“Tak apa, Bobby-ya. Jangan dicegah..” kompor Hanbin dengan sangat enteng.

“Yak, Hanbin-hyung! Bagaimana bisa kau seperti ini?” June memberikan Hanbin tatapan tidak percaya.

“Wah, aku tersanjung. Kau memanggilku hyung? Wah.. jinjja, aku harus mengingat tanggal hari ini.” Hanbin balas memberikan tatapan sangat-tidak-percaya pada June.

“Aku memanggilmu hyung setiap saat..”

“ANI!”

 “Aish, JINJJA! Apa kalian tidak bisa damai sehariiii saja, oh tidak, semeeeniiiittt saja! Dia penghuni baru, apa kalian bahkan tidak bisa menunjukkan sesuatu yang ramah? Aigooo!” Yunhyeong meremas wajahnya sendiri dengan penuh keputus-asaan.

Donghyuk hanya meringis, dalam hati ia tidak bisa berhenti menyesal.

Eomma, dari mana kau mendapatkan alamat neraka ini?

Apa ini kos-kosan termurah yang bisa ditemukai di Seoul?

Ah, ya. Tentu saja… :’)

“Aigooo.. M-maafkan ya, penghuni baru. Ini hanya pura-pura, mereka semua sebenarnya sangaaaaatttt baik. Mereka hanya suka berdebat, tapi sebenarnya sangat menyayangi satu sama lain, iya kan?” Yunhyeong tersenyum sangat manis, menatap June, Hanbin, Jinhwan, dan Bobby dengan pandangan ‘memaksa’.

“Mm.. Tidak juga.” Jawab Bobby sambil mengangkat bahunya tanpa rasa bersalah.

 “Aish, sudahlah! Lupakan! Tadi siapa namamu?” Tanya Yunhyeong ke pemuda di sampingnya yang sedari tadi hanya meringis tidak mengerti.

“K-Kim Donghyuk..” Jawab pemuda itu ragu-ragu. Donghyuk menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Memberikan senyum hangat ke empat orang yang sedang duduk di meja makan secara bergantian.

“Aku Bobby.”

“Jinhwan.”

“Hanbin.”

“Aku June… Dan ini daging. Hahahahaha….” June menunjuk daging panggang di piringnya.

Semua mendadak diam membeku.

Mata mereka melirik June bersamaan.

Hening sesaat.

“Apa itu tidak lucu?”

***

Dulu, saat masih di Gyeonggi, kedai es krim di dekat rumah Lisa menjadi tempat favorit bagi Hanbin, Lisa, dan Mino untuk menghabiskan musim panas. Ketiganya bisa duduk lebih dari 3 jam di tempat itu, menikmati berbagai varian rasa es krim -kecuali Hanbin, karena dia hanya mau es krim cokelat- dan membicarakan banyak hal-hal tidak penting tanpa pernah merasa bosan sekali pun topik pembicaraan mereka sebenarnya sudah sering dibahas.

Normalnya, tidak ada satu pun dari mereka yang bisa mengabaikan es krim lebih dari semenit, tapi agaknya hari ini semua berjalan tidak normal bagi Lisa. Gadis itu mendadak tidak bersemangat melihat es krim vanilla dengan lelehan cokelat yang diguyur di atasnya. Ia lebih tertarik memperhatikan gadis dengan rambut bercat merah yang duduk di depannya. Dan perhatian itu bukan suatu perhatian yang seseorang inginkan.

“Hanbin-ah, kau sekarang tinggal di mana?” Jisoo mengulas senyum kembali pada Hanbin, senyum yang di mata Lisa terlihat sangat dibuat-buat.

Hanbin sendiri sudah bersikap canggung sejak pertama kali datang ke kedai es krim di dekat kampusnya ini. Dia sedang di kos menikmati sarapan buatan Yunhyeong saat Lisa tiba-tiba mengirim chat kalau Jisoo ingin bertemu. Hanbin yang awalnya tidak berniat pergi ke manapun karena diare, mendadak mendapatkan kembali semangatnya.

Ia bahkan lupa kalau ia belum mandi, dan baru menyadari hal tersebut setelah ia duduk di kursi kedai..

“Hanbin-ah?”

“I-Ie?”

“Kau tinggal di mana?” Jisoo mengulangi pertanyaannya.

“A-Aku tinggal di kos-kosan di sekitar kampus.” Hanbin yakin sekali kalau ia sudah tidak menyukai Jisoo, tapi kenapa ia tetap saja merasa gugup saat berbicara dengan gadis itu?

“Hanbin tinggal di indekos, tapi dia setiap hari pergi ke flatku.” Lisa mengompori.

Jinjja? Kalian berdua?”

“T-tidak, maksud Lisa, di roo-“

“Ya. Hanya berdua.” Lisa menunjukkan senyum kemenangannya. Entah untuk apa, tapi dia sendiri sangat puas melakukannya. Ia bahkan tidak peduli kalau laki-laki di sampingnya sedang mendelik meminta penjelasan.

“Ah, arrasseo.” Jisoo berusaha bersikap tak acuh. Ia mengalihkan fokusnya pada Hanbin lagi. “Kenapa kau tidak memakan es krim cokelatmu, Hanbin-ah? Jangan bilang kau juga trauma dengan es krim cokelat gara-gara kejadian waktu itu?”

“Ya! Apa maksudmu? Jisoo-ya! Kau datang ke sini hanya untuk tujuan itu, kan? Mengingatkan Hanbin dengan masa lalu agar membuatnya terluka lagi, kan?! Kau kira kau masih segalanya untuk Hanbin?! Kau memang tidak pernah berubah!” Lisa memukul meja di depannya bersamaan dengan emosinya yang meledak-ledak. Belum ada lima belas menit ia mencoba pura-pura damai dengan Jisoo, tapi nyatanya itu memang tidak bisa dilakukan. Lisa tetap membenci Jisoo seperti kejadian dua tahun silam baru terjadi beberapa menit yang lalu.

“Lisa-ya! Kau ini kenapa, sih? Aku sendiri bahkan tidak berpikiran seperti itu!” Hanbin yang sejak tadi diam menahan perasaan kesalnya juga ikut membentak Lisa.

“Kau menyalahkan aku, hah?! Sadarlah! Kau sedang diinjak-injak lagi seperti waktu itu, Kim Hanbin! A-aigoo. Jinjja, aku tidak mengerti dengan pola pikirmu! Kau memang tetap bodoh. Ah, tidak. Selamanya akan bodoh!” Lisa meninggikan suaranya. Ia sudah sering marah pada Hanbin, tapi kali ini ia benar-benar yakin kalau perasaannya jauh lebih parah untuk didefinisikan dalam kata marah. “Setelah semua yang Jisoo lakukan padamu, kau ak-“

“Cukup, Lisa-ya! Kau ini kekanak-kanakan sekali!”

Lisa tersentak.

“Kekanak-kanakan?”

“Lisa-ya, dengar, itu sudah berlalu bertahun-tahun lalu, jadi-“

“Jadi! Jadi, jangan hubungi aku kalau kau menyesal pada akhirnya.” Lisa menatap sengit ke arah Jisoo yang masih terkejut sebelum akhirnya pergi meninggalkan kedai es krim.

“Lisa! LALISA!!” Hanbin mencoba berteriak mencegah kepergian Lisa, namun tentu itu tidak berarti apa-apa. Gadis itu sudah menghilang di balik pintu kaca kedai es krim ini.

“Hanbin-ah, gwaenchanha? M-mianhae, gara-gara aku semua jadi seperti ini. Jisoo memelankan suaranya, kalau saja masih ada Lisa, gadis itu akan sangat yakin kalau itu semua hanya pura-pura saja.

Hanbin tidak menjawab apa-apa. Ia membuka HP untuk menghubungi Lisa, tapi chat dari Jinhwan sangat mengejutkan untuk diabaikan begitu saja seperti biasanya.

***

Jinhwan short-hyung 14.45 KST

Hanbin-ah! Kau di mana? Tuan Yang mencari kita, dia bilang jam 3 nanti kita harus menemuinya di rumah! Pulanglah! Palli!!! Dia terlihat sangat marah :”(

3 pemikiran pada “[IFI Freelance] iKOS (Chapter 4)

  1. iKOS chapter 5 nya kapan? Aku udah bolak balik ngecek ff ini tapi belum ada kelanjutannya. Padahal aku suka 😩 plis, lanjtun ff ini …

    Suka

Tinggalkan komentar