[Chapter 4] Behind The Perfection

btpikon

Tittle : Behind The Perfection

Author : Yhupuulievya

Cast : Kim Hanbin, Kim Jiwon (Bobby), Yoon Nara (OC), Lee Hayi, the other members of iKON

Genre : Romance-Drama

Rate : PG-15

Desclaimer : The idea of this story belongs to me, but the casts belong to God and themselves

*

“For her, perfection is imperfection itself, a burden that slowly brings her down”

*

Chapter 1 | Chapter 2Chapter 3

*

          Malam itu—pukul sembilan lewat lima belas menit, udara kota Seoul sudah semakin panas. Tiap sekon yang beralalu selalu diiringi dengan meningkatnya suhu yang memang sudah kelewat tinggi. Nara baru menginjakan kakinya di Seoul beberapa jam yang lalu dan jet leg yang membuat kakinya kebas selalu sulit dihindari tiap kali ia melakukan perjalan dari Paris ke Seoul ataupun sebaliknya. Ia merebahkan diri, memandang kosong langit-langit kamarnya sambil sesekali memijat pelipisnya.

Sakit kepala kembali melanda. Beruntung nyonya Han tak ada disana, atau otaknya akan meledak mendengar serangkaian pernyataan maupun pertanyaan tak masuk akal yang akan membuat kepalanya semakin berat.

Nara mengedipkan mata. Sekali-dua kali. Pikirannya tetap serumit tadi. Apa yang akan ia lakukan besok? Apa yang akan orang-orang bicarakan tentangnya? Gosip, rumor, skandal, dan hal-hal lainnya yang serupa adalah salah satu dari sekian hal yang bisa menyebar secepat kilat di sekolahnya.  Ada banyak penggosip handal disana, pastilah mereka semua mengetahui segala hal yang terjadi pada Nara selama ini. Toh ia tak bisa membantah. Keabsenannya yang tak jelas selama hampir dua pekan ini sudah pasti akan diartikan sebagai konfirmasi tak tertulis bahwa rumor yang menyebar di kalangan siswa-siswa adalah benar. Tentang ia yang putus dari Hanbin, tentang Hanbin dan Haerin yang mengkhianatinya, atau tentang ia yang melarikan diri ke Paris.

Terimakasih pada Kim Jinhwan yang telah repot-repot memberitahu bahwa seisi sekolah menjadikan Nara sebagai topik hangat perbincangan akhir-akhir ini. Kini gadis itu tak bisa tidur bahkan saat tubuhnya digerogoti rasa lelah yang amat. Sial memang. Nara benci atensi, apalagi menjadi pusat perhatian. Tapi ia lebih benci di kasihani seperti itu. Tatapan simpati yang akan ia dapatkan esok adalah hal yang paling ia takuti.

“Nona? Apa anda sudah tidur?”

Sebuah suara menginterupsi sesi penerawangannya. Gadis itu bangun seketika. Kepalanya berdenyut hebat. Siapapun itu, ia lebih baik membawa berita penting, toh Nara sudah repot-repot memaksa tubuhnya yang hampir kehabisan tenaga untuk beranjak dari tempat tidur dan menyeret kakinya ke arah pintu.

“Ada apa?” suaranya terdengar sedikit serak

“Maaf menganggu nona, tapi tuan Hanbin sedang menunggu dibawah”

Mungkin sebaiknya tadi Nara pura-pura tidur saja.

*

          Hanbin meremas jari-jari tangannya. Buliran bening menetes dari dahinya beberapa kali. Lagipula siapa orang waras yang akan memakai sweater di musim panas? Ha-ha, tapi kain coklat yang melilit di tubuhnya itu cukup membantu badannya yang entah mengapa malah menggigil kedinginan. Sudah pasti ada yang salah.

Hanbin kembali melirik anak tangga. Nara masih belum juga menghampirinya dan lelaki itu masih bisa menghela nafas lega. Jika harus jujur, ia masih belum benar-benar siap dengan apa yang tengah dilakukannya sekarang. Separuh dari dirinya jelas-jelas masih belum mempunyai keberanian untuk bertatap muka degan Nara. Tapi ia tak bisa terus-terusan menjadi pecundang. Jinhwan menyuruhnya menjemput Nara dibandara, dan cukup satu kali saja ia tak mengindahkan saran dari hyungnya.

“Kim Hanbin?”

Hanbin sontak berdiri, tubuhnya terasa kaku. Nara memanggilnya dengan nama lengkap, dan gadis itu tak pernah memanggilnya seperti itu, kecuali saat gadis itu marah. Apa Nara masih marah padanya? Ha! Tentu saja bodoh!—batin Hanbin.

“Jadi kau benar-benar sudah sampai di Seoul?” berbasa-basi terlebih dahulu mungkin bukan ide yang buruk

“Duduklah” Nara tak menghiraukan pertanyaanya

Hanbin membiarkan bunyi tik-tok dari jarum jam mendominasi untuk beberapa saat. Ia merasa bodoh. Bagaimana mungkin pikirannya menjadi kosong seperti ini? Bukankah ia sudah beberapa kali berlatih untuk mengucapkan serangkaian kata yang telah siapkan sebelumnya? Tapi mengapa sulit sekali untuk mengucapkannya? Seolah rangkaian kata itu berlarian meninggalkannya.

Nara megalihkan tatapannya pada Hanbin, menatap lekat pada sweater yang kini dikenakan lelaki itu.

“Ah Sweater ini” Hanbin tersenyum lembut

“Kau membelikannya dua tahun yang lalu saat aku berhasil lolos ujian masuk Seoul High School. Aku baru memakainya sekarang dan menemukan ini”

Hanbin menggulung lengan sweaternya, sebuah pin mini berbentuk matahari sengaja dijahit dibagian belakang pergelangann tangannya.

“Kau menjahitnya?”

Nara terdiam sejenak, pikirannya seolah menerawang jauh ke masa lalu. Tapi ia buru-buru menjawab saat Hanbin tertangkap jelas tengah memperhatikannya

“Kau benci digin, jadi aku menjahitnya disana. Sinar matahari membuatmu hangat, tapi itu hanyalah sebuah pin Hanbin. Aku sangat kekanak-kanakan dulu. Kau bisa mencopotnya jika itu me…”

“Tidak! Tentu saja tidak!”Hanbin buru-buru menyanggah

“Aku menyukainya” Hanbin lagi-lagi melempar senyumnya, tapi Nara hanya menatap sekilas lalu membuang muka kesembarang arah

“Aku tidak tahu mengapa kau ada disini Hanbin, tapi aku benar-benar lelah saat ini. Bisakah kita berbicara lain kali saja?” Nara memang bertanya, tapi ia tak menunggu jawaban dari Hanbin dan beranjak dari duduknya. Baru beberapa langkah, saat suara Hanbin kembali terdengar.

“Aku minta maaf Nara” Saking samarnya, kata-kata Hanbin lebih mirip seperti bisikan angin yang berhembus tenang di malam hari

Nara menghentikan langkahnya, masih mengantisipasi kata berikutnya yang mungkin akan dilontarkan namja itu.

“Aku adalah lelaki paling brengsek didunia ini dan mungkin juga adalah lelaki paling lancang yang pernah kau temui. Katakan saja bahwa aku memang tak tau malu karena berani-beraninya muncul dihadapanmu seperti ini, bahkan saat kau sama sekali tak ingin melihatku. Tapi jujur Nara, aku tak bisa bersikap seolah tak terjadi apa-apa” Hanbin kembali meremas jari-jari tangannya

“Kau bersikap seolah semuanya baik-baik saja, tapi itu adalah hal yang paling menakutkan bagiku. Kau bisa menamparku, atau memakiku, atau meludahiku, apa saja. Lakukan apa saja karena aku pantas mendapatkannya. Kau selalu sulit untuk dibaca, tapi jika kau bersikap seperti ini, aku tak tahu dengan apa yang harus aku lakukan. Apa yang harus aku lakukan Nara? Agar kau memaafkanku, atau setidaknya membuatku merasakan apa yang sudah aku lakukan padamu. Kau pergi begitu saja dan aku…”

“Kau tidak perlu melakukan apapun” Nara berpaling pada Hanbin, lelaki itu kini mengerutkan dahinya.

“Aku marah tentu saja Kim Hanbin. Aku seperti yang lainnya. Tak ada orang normal yang tak akan merasakan apapun saat mendapati pengkhianatan seperti itu. Tapi kau ingin aku seperti apa? Berteriak didepan wajahmu? Kau sudah cukup membuatku terlihat menyedihkan. Dengan melakukan hal itu, aku akan benar-benar kehilangan harga diriku. Tentu saja aku menyukaimu, tapi apakah aku harus terus merendahkan diriku seperti itu lagi dan lagi? Menamparmu dan berteriak bahwa aku sangat mencintaimu? Menjerit dan berkata bahwa kau melukaiku? Lalu memohon agar kau mimilihku? Aku tak bisa menahanmu karena aku tahu kau tak pernah menyukaiku. Aku terus melempar diriku padamu, tapi aku tak pernah sadar bahwa kau tak pernah menginginkanku sama sekali. Belasan tahun Hanbin. Selama itu aku mengira bahwa kau hanya melihatku sama seperti aku melihatmu. Aku mungkin terlalu bodoh untuk menyadari bahwa aku tak pernah ada dihatimu, bahkan saat aku tahu bahwa kau tak pernah mengatakan kau mencintaiku. Aku benar-benar bodoh dan aku tak ingin terlihat bodoh lebih dari itu”

“Apa yang kau katakan Nara? Aku menyukaimu. Aku tahu aku tak lebih dari seorang idiot yang baru menyadarinya sekarang. Penyesalan datang diakhir. Tapi aku bersumpah Nara. Aku sudah berniat untuk memperbaiki segalanya malam itu juga, tapi kau terlanjur memutuskan hubungan kita begitu saja, dan aku tak bisa bertindak seolah semuanya baik-baik saja”

“Aku tak ingin membicarakan ini lagi Hanbin. Semua ini melelahkan. Kau sudah sangat mengenalku bukan? kita menghabiskan masa kecil bersama-sama. Kau seharusnya tahu bahwa pengkhianatan sekecil apapun akan membuatku seperti ini, terlebih kau dan Haerin adalah orang yang paling aku percayai dan kau tahu bahwa aku tak bisa dengan mudah mempercayai orang begitu saja. Kau tahu alasannya. Kehidupanku selalu sekacau ini, dan aku tak ingin membuatnya semakin rumit. Aku menenangkan diriku di Paris dua pekan ini, dan meskipun semua ini tak mudah bagiku, tapi kadang hidup ini adalah tentang memaafkan dan melepaskan. Aku akan melupakan semuanya”

“Apa?” Hanbin membelalakan matanya, hal ini tak pernah ada di daftar skenarionya, tentu saja ia ingin Nara memaafkannya, tapi tidak seperti ini. Dan Nara yang meledak-ledak dan begitu jujur akan perasaannya adalah pemandangan baru untukknya. Gadis itu tak pernah selugas ini.

“Aku memaafkanmu, jadi kau tak perlu khawatir atau merasa bersalah lagi. Dari segala hal yang ada, kau tahu sendiri bahwa aku paling benci mendapatkan tatapan simpati seperti itu. Aku tidak berjanji bahwa aku bisa bersikap seperti biasanya. Kau tahu? Gelas yang kau pecahkan, meski kau menyatukan kembali pecahannya dengan cara apapun, bentuknya tak akan pernah sama. Tapi aku berusaha Hanbin, aku akan berusaha. Mungkin semuanya hanya masalah waktu”

*

2 tahun yang lalu

Seoul Junior High School

“Nara?”

“Hey Nara? Apa kau mendengarkanku?”

“Yoon Nara!!”

Nara terkesiap begitu lengkingan suara Jisoo tertangkap indra pendengarannya. Sahabatnya itu kini tengah melambaikan telapak tangannya tepat didepan wajahnya

Back to earth Yoon Nara? Apa yang kau pikirkan? Aku berkali-kali bertanya apa kau mau kembali ke kelas?”

Nara tak langsung menjawab. Ia hanya tersenyum lalu menggelang

“Bukan apa-apa” Nara hanya menjawab singkat sebelum kembali mengalihkan tatapannya pada layar ponsel

Persidangan nyonya dan tuan baru saja selesai. Apa nona tidak ingin pulang lebih awal? Tuan bilang ia akan pergi ke paris siang ini juga.

Delete.

Nara baru saja menekan tombol delete sesaat setelah ia membaca pesan yang dikirimkan Kim Ajusshi. Ia tak peduli, atau mungkin mencoba untuk tak peduli. Nara tak yakin. Dalam hidup ini, orang-orang akan datang dan pergi begitu saja. Ia sudah berkali-kali mengatur pikirannya seperti itu, tapi mengapa otak dan hatinya masih saja tak mau menerima? Tolol! Lagi pula, tak ada yang menyuruhnya untuk menjadi senaif itu. Ia tau betul bahwa dari awalpun, keluarganya tak pernah baik-baik saja. Nara hanya terlalu sering bersikap denial. Inilah akibatnya, ia tak mampu menerima realita.

Nara tersenyum miris, alih-alih membiarkan cairan bening menetes dari pelupuk matanya, ia malah bersikap kelewat tenang. Wajahnya datar, tak ada ekspresi apapun disana.

“Sidang perceraian orangtuaku baru saja selesai. Ajusshi bilang ayahku akan langsung terbang ke Paris” Nara berkata dengan tenang, sedang ekspresi Jisoo kini berubah tercengang

“Apa?” mata Kim Jisoo seketika membulat dengan sempurna. Sedang Nara hanya mengangkat kedua bahunya tak peduli

“Apa kau tak ingin pulang lebih awal? Maksudku kau mungkin bisa mengucap salam perpisahan atau…”

“Untuk apa?” Nara terkekeh pelan

“Dalam hidup, orang-orang datang dan pergi begitu saja. It’s not a big deal” lanjutnya

Jisoo mengangkat sebelah alisnya.

“Tapi..”

“Kau bilang kau ingin kembali ke kelas? Kajja!” Nara beranjak dari tempat duduknya begitu saja, mengabaikan Jisoo yang masih tampak kebingungan

“Apa kau tuli? Aku memanggilmu!”

“Dasar idiot! Kembali kesini!”

Nara memutar bola matanya, suara yang begitu familiar tertangkap indra pendengarannya. Ia memasukan ponselnya kedalam saku, tatapannya kini beralih pada rutinitas yang tampak tak asing lagi. Didepan sana, Han Raein, Kim Haejin, dan Oh Hani tengah melancarkan aksi bullynya. Nara menghela nafas. Inilah mengapa ia tak menyukai kafetaria. Tempat ini terlalu berisik dan mengganggu untuk seleranya.

“Lee haerin, jika ada orang yang memanggilmu, kau tak seharusnya mengabaikanya begitu saja. That’s rude!” Raein berebicara dengan tenang, tak mampu membaca bahwa gadis yang ada dihadapnnya kini terlihat ketakutan.

“Oh ayolah Rae, gadis tolol seperti dia mana mungkin mengerti soal etika!”

Mereka bertiga kini tertawa, mengabaikan tatapan orang-orang yang kini tertuju pada mereka

“Aku sudah bilang untuk tidak mengabaikan peringatanku begitu saja! Apa kau pelupa? Atau idiot?”

“Aku…” gadis bernama Haerin itu tak mampu meneruskan kata-katanya karena sebuah tamparan kini mendarat dipipi kanannya

“SUDAH AKU BILANG UNTUK MENJAUH DARI MINO OPPA! APA KAU TIDAK MENGERTI?!!” Raein meledak dalam sesaat

Nara memutar bola matanya. Mengapa orang-orang senang sekali membuat keributan? Apa mereka tak bisa membiarkan hidup ini berjalan dengan tenang dan damai? Ia berpaling dan hendak beranjak saat suara Raein kembali terdengar

“Itulah mengapa ibumu meninggalkan ayahmu Haerin-ah. Aku benar-benar ingin tertawa keras melihat bagaimana idiotnya ayahmu bekerja dengan keras siang dan malam untuk memenuhi kebutuhan kalian. Apa gunanya semua itu? Ibumu lebih memilih untuk pergi dengan lelaki kaya raya dan meninggalkannya. Gold digger julukannya dan aku rasa kau mewarisi sifat penggoda ibumu. Dasar Pelacur!!”

Nara mengeratkan jari-jarinya.

“Kau benci atensi Nara, kau benci menjadi pusat perhatian. Ini bukan urusanmu. Berhenti disana dan berpaling!” Suara hatinya terus mengingatkannya, menantang keras dengan apa yang hendak ia lakukan. Tapi suasana hati Nara sedang tak baik saat itu, sehingga pikirannya tiba-tiba saja menjadi sedikit irasional. Nara menghela nafas dan berjalan kearah Haerin

“Apa kau bodoh? orang-orang ini memperlakukanmu dengan buruk. Kenapa diam saja?” Nara menyeret Haerin untuk pergi bersamanya sampai Raein bergeges mengejar mereka dan melepas genggaman tangan Nara pada Haerin

“Kau pikir apa yang kau lakukan Nara?”

“Aku tau kau bukan orang seperti ini Raein. Jadi berhentilah”

“Apa?” Raein meremas jari-jarinya

“KAU TAU APA TENTANGKU?!!” gadis itu kini kembali berteriak

“Mino sama sekali tidak menyukaimu. Merendahkan harga dirimu seperti ini tak akan mengubah apapun. Terlebih jika..”

“Kau tau kenapa?” Raein memotong ucapan Nara

“Aku tak pernah membocorkan rahasia keluargamu karena ibuku berhubungan baik dengan keluargamu. Tapi kau melewati batas Nara-ya! Apa kau marah karena aku meyinggung keluarganya? Karena situasi keluargamu sama persis sepertinya?” mata Raein berkilat marah

“AKU TAU BAHWA IBUMU MENCERAIKAN AYAHMU DEMI LELAKI LAIN YANG LEBIH KAYA! IBUMU BAHKAN MENIKAHI PRIA BERISTRI DAN MENINGGALKAN SEMUANYA! KAU PIKIR AKU TIDAK TAHU?!!” Sudah pasti Raein sengaja meninggikan suaranya, membuat  seisi kafetaria kini mengalihkan tatapan mereka pada Nara. Tak ada yang terlalu mempedulikan Haerin beberapa waktu yang lalu, tapi jika nama Nara yang diseret, sudah pasti hal itu akan menjadi berita yang booming. Bagaimana tidak? Nara adalah gadis paling populer disekolah ini, gadis yang terlihat sempurna dalam segala hal. Tak akan ada orang yang menyangka bahwa keadaan keluarganya tidaklah sesempurna yang mereka bayangkan.

Kini orang-orang mulai saling berbisik.

Nara hanya terdiam, berusaha mengabaikan tatapan orang-orang yang kini ditujukan padanya, mencoba untuk tak peduli.

“Hari ini kau melakukan kesalahan besar Yoon Nara! Saat dimana kau membiarkan gadis murahan sepertinya memasuki kehidupanmu, hidupmu tidak akan sama lagi. Ada alasan mengapa orang-orang seperti kita tak sepantasnya bergaul dengan orang sepertinya. Mereka tidak tahu tempat mereka. Mungkin suatu saat nanti Haerin akan menunjukan sifat aslinya dan menusukmu dari belakang. Saat hal itu terjadi, aku adalah orang pertama yang akan menertawakanmu!” Raein mengakhiri kalimatnya sebelum berjalan meninggalkan kafetaria, tak peduli sama sekali dengan keributan yang ia timbulkan

*

Seoul, 10 PM

Yoon Nara mengedipkan matanya sekali, lalu semua memori masa lalu yang baru saja terputar di otaknya memudar begitu saja. Kini, tergantikan dengan sebuah kotak kado berwarna abu-abu yang berada tepat di meja riasnya. Ia tak ingin membuka kotak itu, tapi mengabaikannya  juga tak akan mengubah apapun.

Nara menyetuh pita yang tersampul disana. Gadis itu tampak ragu. Ia menghela nafas panjang sebelum sesaat kemudian menarik ujung tali pita untuk membuka simpulnya. Nara tertegun sejenak, sebuah foto dengan bingkai warna yang senada tersaji dihadapannya, lalu matanya beralih pada selembar surat yang terlihat jelas berada di bawahnya. Nara mengambilnya.

To the one, and only Yoon Nara—my best sister I have ever had.

Hai Nara. Bagaimana kabarmu? Aku tahu kau pasti tidak ingin mendengar apapun dariku lagi, dan aku masih tetap bersikeras mengirimu surat ini. Aku memang tidak tahu malu, tapi aku benar-benar berharap agar kau membacanya sampai akhir. Aku bersumpah untuk tidak menganggumu lagi setelah ini, dan kau boleh membuangnya begitu selesai membacanya. Lihat kan? Aku memang gadis yang lancang.

Jadi, pertama-tama, aku ingin meminta maaf. Aku tidak tahu harus memulainya dari mana. Tapi aku benar-benar minta maaf. Maafkan aku Yoon Nara. Aku adalah seorang pembohong, aku tahu. Tapi aku bersumpah bahwa aku benar-benar menyesal. Aku tidak meminta agar kau memaafkanku tentu saja, bukan karena aku tidak mau, tapi karena aku tahu aku tak pantas mendapatkannya.

Ada banyak hal yang ingin aku katakan. Tapi pikiranku mendadak kosong seperti ini. Ah benar! Aku tengah menunggu keberangkatanku sekarang. Aku akan pergi ke Busan beberapa saat lagi. Mungkin saat kau membaca surat ini, aku sudah sampai di sana. Ah, aku benar-benar terlalu percaya diri kan? Mungkin kau sama sekali tak akan membaca suratku, atau membuangnya sesaat setelah menerimanya. Tapi aku lebih memilih memanfaatkan pertemanan kita selama ini. Aku mengenalmu dan aku tahu kau tak akan melakukannya. Kau bukan orang yang seperti itu dan aku memanfaatkannya. Picik bukan? Aku tahu bahwa aku tak seharusnya melarikan diri secepat ini. Aku pantas mendapatkan sebuah tamparan dan beberapa makian sebelum benar-benar menghilang. Tapi aku tak mempunyai keberanian itu Nara. Aku tak tahu bagaimana cara menghadapimu. Apa yang harus aku ucapkan saat bertemu denganmu nanti? Aku tak mempunyai keberanian itu, terlebih saat aku menyadari bahwa aku telah melukai satu-satunya sahabat yang aku miliki.

Aku masih ingat saat pertama kali aku mengenalmu. Jika harus jujur, kau membuatku begitu iri. Kau  memiliki segalanya Nara. Uang, kecantikan, intelektual, keluarga yang terhormat, dan kesempurnaan. Semua orang mengenalmu dan mereka menyukaimu. Tapi aku selalu berpikir bahwa kau tak akan berbeda dengan gadis-gadis yang selalu menggangguku. Mereka mempunyai segalanya dan berfikir bahwa melukai orang lain adalah hal yang baik-baik saja. Aku membenci orang-orang seperti itu, termasuk kau, sampai saat Raein menamparku dan kau mengubah pandanganku terhadapmu. Yoon Nara adalah orang terbaik yang pernah kutemui dan itu tak akan pernah berubah.

Terimakasih untuk segalanya Nara. Aku mungkin seorang pecundang dan pembohong. Si pengecut tak tahu diri yang mengkhianati sahabatnya sendiri. Tapi aku bersumpah bahwa pertemanan kita selama ini bukanlah hal yang kujalani dengan kepura-puraan. Kau adalah sahabat terbaiku, sampai suatu hari semuanya berubah dan menjadi membingungkan. Aku dan Kim Hanbin. Semuanya terjadi begitu saja. Aku terlalu buta untuk menyadari bahwa aku telah melukaimu, menghancurkan duniamu. Mungkin saat Raein berkata bahwa kau tak seharusnya mengijinkan orang sepertiku masuk ke duniamu, aku seharusnya mendengarkan itu. Saat semuanya terjadi, saat itu pula aku menyadari bawha seseorang sepertiku tentulah tak pantas bahkan untuk sekedar bersanding denganmu.

Maafkan aku Yoon Nara. Jika aku bisa memutar waktu, aku tak akan bertindak sebodoh itu. Kau adalah satu dari beberapa hal menakjubkan yang terjadi dalam hidupku. Orang-orang menghindariku seolah aku bukan bagian dari dunia mereka. Aku selalu menghabiskan jam istirahatku sendiri, menyantap bekal makan siangku sambil berdoa bahwa gadis-gadis kaya itu tak akan mengangguku hari ini. Saat aku pulang, aku harus mendengarkan rutukan ibuku yang terus mengatakan bahwa aku adalah beban. Dunia ini tidak adil, tapi kau memperlihatkanku sebuah dunia yang berbeda. Kau melihatku. Kau menyadari keberadaanku. Aku mungkin kehilangan akal sehatku saat itu. Kehausanku akan atensi membuatku menjadi serakah, membuatku menginginkan sesuatu yang bukan miliku, membuatku mengambil apa yang menjadi milik orang lain dan aku menyesal.

Ada dua hal yang paling aku sesali dalam hidupku. Pertama, saat aku tak mempunyai keberanian untuk menahan ayahku dan memohonnya untuk tinggal. Kedua, saat aku melakukan ini padamu. Aku menyesal. Aku benar-benar minta maaf Nara. Entahlah, aku selalu berharap bahwa suatu hari nanti kita akan bertemu lagi. Jika hari itu datang, mungkin saat aku mempunyai keberanian, aku akan mengucapkan penyesalanku tepat di hadapanmu, dan mungkin hanya mungkin, jika aku melihat secercah harapan di matamu, aku akan melayangkan permohonan agar kau bersedia memulai semuanya dari awal lagi. Aku tidak pantas mendapatkannya, tapi aku tidak ingin kehilangan sahabat sepertimu. Saat hari itu datang, aku tidak akan menyia-nyiakannya.

Maafkan aku Yoon Nara.

Terimakasih telah memberikan warna-warna yang indah dalam hidupku.

With regret, Lee Haerin

          Yoon Nara baru selesai membaca kalimat terakhir yang tertulis disana, saat buliran bening menetes dari pelupuk matanya. Mengapa harus Lee Haerin? Mengapa meraka? Jika gadis itu bukanlah sahabatnya, mungkin semuanya tak akan sesulit ini. Nara tak lagi memahami isi hatinya, terutama saat rongga dadanya terasa sesak dan hatinya berdenyut nyeri.

*

Seoul High School

8.00 AM

Gerbang sekolah baru saja di buka beberapa saat yang lalu, tapi siswa-siswi sudah mulai memadati lorong sekolah. Tak biasanya—pikir Jinhwan. Ia baru saja hendak menyingkirkan prasangka buruk yang kini mulai bermunculan di otaknya saat Han Raein berjalan ke arahnya. Oh tidak! Sepertinya ini bukanlah hal yang baik. Oh coret itu, Han Raein adalah pertanda buruk, terutama saat gadis itu melemparkan senyuman penuh arti kearahnya.

Jinhwan hendak mengabaikan eksistensi gadis itu. Namun kalah cepat, karena Raein kini berdiri tepat di hadapannya.

“Buru-buru sekali Jinan-ah”

Jinhwan memutar bola matanya

“Sekali-sekali berbaik hatilah pada orang lain Raein. Ini terlalu pagi untuk menebar mimpi buruk pada orang-orang”

Raein terkekeh pelan

“Mimpi buruk? Kau pasti bercanda! Aku disini untuk menyambut kedatangan sahabatmu Jinan-ah. Bukankah Yoon Nara akan kembali ke sekolah hari ini? Lihat! Aku bahkan mengajak orang-orang untuk ikut menyambutnya.” Raein tersenyum manis. Orang-orang mungkin akan tertipu dengan senyuman itu, tapi Jinan terlalu mengenalnya. Terutama saat ia menghabiskan masa kecilnya dengan gadis itu. Oh mengingatnya saja sudah membuatnya bergidik ngeri. Entahlah, ia tak tahu persis sejak kapan, tapi Han Raeinnya yang manis kini berubah menjadi gadis yang menyeramkan. Gadis itu senang sekali menebar teror, terutama pada gadis-gadis yang dirasanya menganggu.

“Apa kau tidak mempunyai pekerjaan lain yang lebih b…”

“Lihat! Gadis yang baru saja kita bicarakan sudah datang”

Raein tidak menunggu sampai Jinhwan kembali membalas kalimatnya. Ia berlalu, menghampiri Yoon Nara yang baru saja menginjakan kakinya di kolidor sekolah.

“Oh lihatlah siapa yang baru datang!” Raein menghampiri Nara, sedang siswa-siswa yang tadi hanya sekedar lewat, kini memutuskan untuk bergabung dengan yang lainnya. Hal seperti ini sangatlah sayang untuk di lewatkan, terutama saat gadis yang akhir-akhir ini jadi perbincangan hangat, pada akhirnya menampakkan diri juga.

Welcome back Yoon Nara. Aku dengar kau melarikan diri ke Paris?”

Yoon Nara tak bergeming. Gadis itu tak berniat untuk menjawab pertanyaan Raein sama sekali, sehingga ia melangkah melewati gadis itu dan beranjak pergi

“Ayolah… kau tidak boleh mengecewakan kami! Lihat! Orang-orang sudah menunggu disini hanya untukmu. Setidaknya kau harus menghibur kami dengan cerita pelarian dirimu ke Paris atau mungkin tentang Kim Hanbin dan Kim Haerin yang saling jatuh cinta. Bukankah itu terdengar menarik?”

Yoon Nara membalikan tubuhnya. Kini berjalan kembali ke arah Raein

“Kau benar-benar tertarik dengan kehidupanku?” Yoon Nara menatap balik Raein, dari jauh Jinhwan mengambil ponselnya dan mendial nomor Hanbin dengan cekatan.

“Oh tentu saja! Terutama jika ceritanya tentang sebuah pengkhianatan!”

Raein berusaha memojokan Nara, senyuman timpang sedari tadi menghiasi raut wajahnya. Gadis itu sedari tadi menebar pertanyaan provokatif, memancing Nara agar gadis itu tersulut emosi. Bukankah akan menyenangkan jika ia bisa membuat gadis yang selama ini bersikap seolah tak peduli apapun menjadi sebaliknya? Terutama jika orang-orang memasang raut belas kasih dan tatapan simpati. Ia tahu bagaimana Nara membenci semua itu.

Nara tak langsung menjawab, tapi ia bisa memastikan bahwa saat ia menjawab nanti, Raeinlah yang akan menyesal.

“Kenapa? Kau ingin menangis?”

Raein berucap sinis, sedang Nara hanya menatapnya tenang

“Baiklah Han Raein, aku akan menceritakan semuanya jika kau mau berbaik hati untuk memberitahuku terlebih dahulu. Jadi, seberapa menyedihkannya kehidupanmu sehingga mengikuti kehidupan orang lain jauh lebih menyenangkan bagimu?”

Mata Raein berkilat marah. Orang-orang kini terlihat gugup.

“HOW DARE YOU!!!”

Raein hendak melayangkan tamparan di wajah Nara saat sebuah suara berhasil menghentikannya dari jauh.

“HEY YOU!!”

Yup you!!! Gadis yang sekarang sedang mengangkat tangan!”

Seorang laki-laki kini berjalan ke arah Raein, orang-orang sontak menyingkir, memberikan jalan pada namja itu, sedang Nara hanya tertegun. Gadis itu rasanya mengenal suara yang baru saja menginterupsi.

“Aku sudah berputar-putar di sini selama satu jam dan aku tidak bisa menemukan ruang 27. Tunjukan padaku dimana letaknya. Peta ini benar-benar tidak berg…”

“Oh my God! My baby?”

My baby? Sebagian orang sontak membulatkan matanya saat lelaki itu memanggil Nara dengan sebutan ‘Baby’, sebagian lagi terlalu terkejut untuk bereaksi.

Han Raein terlihat bingung. Namun ia tak bisa berhenti disana, terutama saat ia sudah bertindak sejauh ini. Jika kata-kata yang ia ucapkan tadi semuanya salah, maka itu hanya akan mempermalukan dirinya saja. Ia tidak akan membiarkan itu. Jikapun terjadi, gadis itu akan memastikan bahwa orang yang memberikan semua infromasi salah padanya tidak akan lolos. Han Raein tertawa pelan.

My baby? Jadi kau juga membayar orang untuk berpura-pura menjadi kekasihmu? Kau menyedihkan Nara”

Nara memutar bola matanya. Ia hendak menjawab saat lelaki itu kembali menyela

“Membayar? Apa kau gila? Apa tampangku terlihat seperti lelaki bayaran?”

Lelaki itu menggeleng-gelengkan kepalanya

“Kau benar-benar tidak sopan! Apa kau paparazi sekolah? Dengar, Kau tahu perusahan MGC Paris? Aku adalah pewarisnya—Kim Bobby dan ini adalah Yoon Nara, tunanganku”

Han Raein mengerutkan dahinya, apakah lelaki ini sedang bercanda? Alih-alih membalas ucapakan lelaki yang dipanggil Bobby itu, Raein berpaling ke arah Nara.

“Kau… kau berlebihan Yoon Nara! apa kau harus bertindak sejauh ini? Seriously? Membayarnya untuk menjadi tunanganmu?”

“Ah aku akan benar-benar gila jika terus berbicara dengan gadis ini. Sayang, kau kenal dia? Katakan padanya bahwa…”

“Buktikan!” Raein memotong ucapan Bobby

“Jika kalian benar-benar bertunangan, buktikan! Aku akan berhenti jika kalian bisa membuktikannya!”

“Aku sama sekali tidak mengenalmu. Ini adalah hari pertamaku dan kau sudah membuat hariku menjadi suram. Apa kau….”

Bobby tak sempat menyelesaikan kalimatnya, karena saat ini, Yoon Nara mendaratkan sebuah ciuman di bibirnya. Raein membulatkan mata. Semua orang kembali membulatkan matanya, kini dengan mulut yang terbuka lebar-lebar. Sebagian orang yang tadi tak bisa bereaksi, kini seolah berusaha agar tak pingsan saat itu juga.

Terserah apa yang akan orang-orang pikirkan tentangnya. Nara tak punya jawaban jika nanti seseorang menuntut kebenaran darinya. Yang ia tahu hanyalah ia membenci atensi dan Han Raein telah menjadikannya tontonan orang-orang selama dua puluh menit, atau lebih. Ia tak peduli. Yoon Nara hanya ingin mengakhiri pertunjukan kecil mereka dan beranjak pergi ke kelas. Ia hendak melepas tautan bibirnya pada Bobby saat lelaki itu tiba-tiba saja terhuyung jatuh.

“BRENGSEK! APA YANG KAU LAKUKAN DENGAN KEKAS….”

Bobby hendak mengeluarkan ucapan serapahnya, dan mungkin sebuah pukulan balasan sebagai bonus. Namun alih-alih berlaku demikian, ia menatap orang yang tadi baru saja menghajarnya.

“Kim Hanbin?” Kini, dua orang lelaki membulatkan matanya.

*

Iya. Ini telat banget ngepostnya Huhu aku gak tahu masih ada yang mau baca atau engga. But Im deeply sorry 😦

Thanks for those who have been following this story from the very first start ❤

9 pemikiran pada “[Chapter 4] Behind The Perfection

  1. sumpah deh ini ff emang ditungguin bnget aku nunggunya sampai lumutan lho 😃😃 pengkhianatan,persahabatan
    di chapter slanjutnya mngkin nnti hanbin bakal ngerasaain bagaimna jdi nara yang dlunya dia pcaran sama sahabat nara sekarang malah nara yg pcaran sama sahabatnya sndiri 😱😱 pokoknya aku suka banget sama ff ini dan karakter nara disini keren bnget *jdipngenkekdia hahahaha keep writing ya author kalau bisa jangan lama lama dong di update nya soalnya aku suka banget sama ini ff dan aku rasa ceritanya nntik bkal complicated seru deh
    aku tunggu chapter 5 nya ya author
    dan kenalin aku reader bru disini

    Suka

  2. HEYYAA YULIA LAMA TAK BERKOMENRIA SAMA KAMU, IYA KAMU. (APASIH KAK)

    ITU APAANSIH YUL DARI AWAL SAMPE PERTENGAHAN ADA SEDIH2NYA GITU TAPI PAS MAU AKHIR SUMPAH GREGETAN BANGET SAMA KELAKUAN CABE2AN(?)ITU. TERUNTUK BOBI, DEMI APA DISITU AKU MALAH KEGIRANGAN GAJE TETIBA NONGOL AJA DIA DI SIDANG JESSICA EH DI SEKOLAH MAKSUDNYA. WK
    KOK AKU JADI NGEDUKUNG GITU YA SAMA HUBUNGAN BOBI X NARA. ETSSS ADA YANG LUPA, FANFIC INI TUH HAMPIR AJA PUNAH DI OTAKKU YUL DAN UNTUNGNYA KAMU LESTARIKAN KEMBALI(NGOMONG APASIH KAK)

    YOKLAH DILANJUTKAN SAJA FANFICNYA YUL, DAN TOLONG SEKALI JANGAN KELAMAAN YA. KARENA AKU GAMAU DI PHPIN SAMA FANFIC INI. HA HA HA HA. KUTUNGGU YA YUL, MANGAT NULISNYA. 😘😘😘😘😘❤💋💪👌👍

    Suka

  3. YAWLA OMO OMO AKHIRNYA KELUAR JUGA FF INII😭😭

    jujur dari dulu nungguinnn banget ff ini buat di update dan akhirnya you pdate it minn omg im so happy

    itu gemes bgt liat nara ama mbin masih sama2 suka but here he comes,bobbae,ruining nara’s world upside down kkkk😂

    duhh cant wait for next chapter ya thorr,keep writingg💜

    Suka

  4. Makasi buat updatenya author. Aku suka banget sama fanfiction ini. Ceritanya bagus dan seru banget. Aku baca dari chapter awal sampe chapter ini. Aku juga kagum sama sosok nara yang kuat. Ditunggu untuk chapter selanjutnya. Semoga bisa cepet di update. Semangat

    Suka

  5. AAAAAAAWWWW PENANTIAN PANJANG SEKALEEE 😭😭 /NYANYILONGTIMENOSEE

    Sumpah, entah ini lagi kebetulan atau gimana, tapi pas lagi baca part si Mbin mampir rumah Nara itu ya ampyun, AKU LAGI DENGER LAGU BLOCK B TOY KAK ASTAGFIRULOHALAZIM HOWHOW BANGET KAN/? TAMBAH BAPER NAUJUBILAH /APASIH kayak ngerasa jadi Nara nya gitu, nge-feel banget rasa ‘dipermainkan’ nya CHANU TOLONG AKU(?)

    Gapapa kak, walaupun apdetnya lana juga pasti dedek tungguin 😌 tapi diusahain sih cepetan ya/? Biar ga keburu lupa alur 😂 biasa lah anak muda sekarang banyak yang kena alzheimer ringan/? Semangat nulisnya kakk, ditunggu lagi ide-ide kerennya~~ kenalin aku Sara 02L, reader baru, panggil aja rara atau dedek juga bisa biar samaan ama Aa’ chanu 😘😘😘

    Suka

  6. Omg gils ini ff makin asik aja, alur ceritanya makin greget, gak sabar nunggu lanjutannya, apalagi ngeliat respon Hanbin nantinya gimana, ini konfliknya berat yaa)): ditunggu ya lanjutannya, gak sabar banget nih, keep writing chinguu

    Btw ini ffnya dilanjutin kan? Soalnya aku mau nungguin, tapi rada takut krna chap 5ny gak keluar padahal udah 7bulan)): tapi aku berharap banget banget banget ini bakal dilanjut soalny ini ceritanya Bagus banget sayaaaaaang banget kalo gak dilanjutin, please bgt dilanjutin yaa, aku tunggu chapter 5nya yaa, semangat!!!

    Suka

  7. Next ya thorr.. kutunggu chapter 5 nya.. Suka banget sama ff ini dari awal baca, sampe aku pun agak karatan menunggu update.an nya tp gpp lah, yg penting dilanjut ya thorr.. udah terlanjur kecanduan sama ff ini soalnya.. Diriku akan setia menunggu update.an ff ini kok thorr.. dilanjut ya thorr, pliss pliss.. jangan membuatku khawatir thorr..

    Suka

Tinggalkan komentar